Senin, 24 Juli 2017

Aku Merindukanmu, dan Ini Menyakitkan Bagiku


Aku merindukanmu. Apakah kau tahu rasanya merindukan seseorang yang tak mungkin lagi untuk digapai ? Seseorang yang tak mungkin lagi untuk ditemui, apalagi untuk dimiliki. Kita sudah berjauhan, tak ada lagi tegur dan sapa. Mungkin ini mudah bagimu, tapi sungguh ini menyiksa bagiku. Aku tahu, menjauhimu adalah keinginanku demi melindungi hati sebelum terluka lebih dalam. Dan aku tahu, mungkin kau menghargai cara ku dengan menjauhimu sehingga kaupun bersikap yang sama. Sekali lagi, ini menyiksa bagiku.

Beberapa bulan yang lalu, aku tidak pernah berpikir harus berhenti sedemikian cepat. Entah aku yang salah, kamu yang salah, atau mungkin memang begini cara waktu memisahkan. Beberapa bulan yang lalu, kamu menjadi alasan dari setiap senyum ku. Namun saat ini, kau menjadi alasan dari tiap tetesan air mataku. Beberapa bulan lalu mata ku selalu bersinar ketika bercerita tentangmu. Namun saat ini, rasa sakit yang menyelimuti ketika bercerita tentangmu. Aku merindukanmu, dan ini menyakitkan bagiku.

Melupakanmu tak pernah semudah seperti yang kubayangkan. Rasanya bodoh, meski sudah terlukai karena perlakuanmu, hati masih tetap saja mengharapkan sosokmu untuk hadir. Sosok yang masih terekam jelas dalam ingatan, sosok yang masih kucari-cari dalam kenangan. Bisakah melupakan seseorang tanpa adanya rasa sakit ?

Kuakui yang kau lakukan padaku sangatlah kejam. Bermain-main dengan perasaan tanpa kau niat untuk membalasnya. Bersikap seolah kaupun memiliki rasa yang sama kemudian menghempaskan harapku tanpa rasa bersalah. Kau pergi tanpa memberi alasan ataupun penjelasan yang masih menimbulkan banyak Tanya dalam pikiran. Namun sejujurnya, aku tahu jawaban dari apa yang aku pertanyakan. Aku hanya terlalu takut mengakui bahwa itu benar. Mengakui bahwa kau benar singgah hanya untuk meninggalkan luka. Mengakui bahwa kau benar singgah hanya untuk mempermainkan.

Apa kau tahu, luka yang kau tinggalkan terlalu membekas. Terlalu sempurna. Dan setelah luka yang kau tinggalkan, aku masih saja merindukanmu ? Hati terkadang memang senang bercanda. Bodoh memang. Kadang, aku tidak paham mengapa mencintai seseorang bisa sedemikian menyakitkan. Kenapa setelah terlukai, hati masih saja mengharapkannya. Kenapa kau harus menjadi orang yang aku cinta sekaligus adalah orang yang paling aku benci ? Aku hanya ingin melupakanmu tanpa luka. Aku hanya ingin mengingatmu tanpa rasa sakit. Dan aku hanya ingin meninggalkanmu tanpa rasa rindu.

Kau tenang saja, takkan kuganggu kehidupanmu kini. Bahagialah di hidupmu sekarang. Lakukan apapun yang membuatmu bahagia. Biar luka yang kau tinggalkan ini aku yang mengurus hingga nanti aku mampu kembali berjalan dan kembali siap membuka hati untuk seseorang. Kau tenang saja, nanti juga tiba waktunya aku menyusulmu untuk bahagia. Ya, kita akan sama-sama bahagia di jalan yang berbeda.

Namun kini ku katakan sekali lagi, aku merindukanmu dan ini menyakitkan bagiku.

Jumat, 21 Juli 2017

Aku Bahagia Mengenalmu, Meskipun Bahagiaku Bukan Kamu



Bertemu dan mengenalmu adalah hal yang entah harus kusyukuri atau justru harus kusesali. Disatu waktu, sosokmu mampu membuatku bahagia. Sosok yang mampu memberi ketenangan dalam sorot matanya dan sosok yang mampu memberi keteduhan dalam setiap senyumnya. Dan disatu waktu lainnya, kau adalah sosok yang paling ku benci. Benci karena perlakuanmu padaku, benci karena sikapmu padaku, dan benci ketika rasa yang aku punya untukmu justru serendah itu kau jadikan mainan. Dulu kau sosok yang berhasil membuatku menjatuhkan hati, tapi kini kau adalah sosok yang paling ingin ku benci.

Dalam hidup, mungkin memang ada cerita yang belum dimulai tapi sudah ditakdirkan untuk selesai. Sekejam itu waktu tanpa memberi kesempatan padaku untuk bersamamu sedikit lebih lama. Atau mungkin waktu yang tidak ingin melihatku merasa sakit lebih lama sehingga menyelesaikan cerita secepat ini. Entahlah. Dan dalam hidup mungkin ada beberapa hal yang memang tidak membutuhkan jawaban.

Terlepas dari hal menyakitkan yang pernah kau lakukan padaku, jika suatu hari kau membaca tulisan ini, ketahuilah aku tidak menyesal mengenalmu. Aku paham, semua orang yang hadir dalam hidupku pasti membawa pelajaran masing-masing, lewat cerita yang membahagiakan atau lewat cerita yang menyakitkan. Dan kau, mengajariku sesuatu lewat hal yang menyakitkan. Mengenalmu banyak membuatku mengerti seperti apa cinta dan sayang yang sebenarnya. Tentang penerimaan yang tulus, tentang cinta yang seharusnya menjaga, tentang cinta yang harus direlakan, dilepas, dan diikhlaskan.

Melepaskan selalu tidak sesederhana mengucapkan selamat tinggal. Bohong, jika aku mengatakan kehilanganmu aku baik-baik saja. Sebab demi apapun, kehilanganmu berhasil mengambil setengah warasku. Namun, aku pun menyadari dalam hidup ada hal yang memang tidak bisa dipaksakan, sekuat apapun inginku bersamamu, tetap tidak akan terwujud jika bukan aku yang menjadi harapmu. Aku tau itu tanpa perlu kau menjelaskannya.

Aku tidak menyesal mengenalmu. Sosok yang selalu berhasil membuatku tersenyum tiap kali melihatmu. Sosok yang optimis dengan mimpi dan impiannya. Sosok bersuara merdu dengan gitar kesayangannya. Semua itu akan terekam jelas dalam ingatan meskipun kini kau jauh dalam penglihatan.

Biarlah segala tentang mu kini hanya akan menjadi kenang. Biarlah jarak yang kini tercipta antara kita membuat kita kembali menjadi dua orang asing yang tidak saling mengenal. Biarlah luka yang hadir diujung cerita menjadi pelajaran bagi kita untuk sama-sama menemukan orang yang tepat. Aku bahagia mengenalmu, meskipun bahagiaku bukan kamu. Pada akhirnya nanti kita akan sama-sama bahagia di jalan yang berbeda. Dari sini aku selalu mendoakan agar yang terbaik selalu datang kepadamu.

Terima kasih sudah hadir dalam perjalanan hidupku. Teruslah berjalan. Kembalilah berlalu.

Cinta



Cinta. Mungkin hal yang tidak akan menemukan definisi sesungguhnya. Apa artinya cinta ? Apa yang salah dengan cinta ? Kenapa cinta selalu berkawan dengan perpisahan ?

Aku, wanita yang tidak percaya tentang cinta. Perjalanan percintaan yang selalu menghadirkan kecewa dan sakit hati cukup membuatku jengah berurusan dengan cinta. Namun, siapa yang bisa menghindar ketika lagi-lagi perasaan itu hadir tanpa diminta ? Bahkan meminta menghilangkan perasaan yang sudah terlanjur hadirpun tidak bisa. Kali ini, aku akan menceritakan tentang dia, sosok yang dalam waktu 7 jam mampu menghadirkan perasaan yang amat aku benci.

Dia. Entah siapa nama lengkapnya pun aku tidak tahu. Bodoh bukan, aku bisa jatuh cinta pada orang yang bahkan tidak aku tahu nama lengkapnya. Bahkan terlalu bodoh ketika aku mengucapkan cinta pada lelaki yang baru aku kenal 7 hari. Pertemuanku dengannya tidak disengaja, ia adalah teman kantor sahabatku. Dia sosok yang dewasa, tenang, ramah, lucu. Jujur, aku menyukainya. Menyukainya hanya dalam waktu 7 jam sejak pertama bertemu. Tapi dia ? aku tidak yakin dia akan menyukaiku. Selalu, aku ragu akan hal itu.

Ternyata trauma itu ada. Terlalu sering mengalami kekecewaan dalam cinta justru membuatku takut untuk kembali jatuh cinta. Takut berharap kembali, takut kecewa, takut akan seperti cerita lalu dan aku belum cukup siap untuk itu. Dia orang yang baik, tapi siapa yang bisa menjamin bahwa orang baik tidak akan membuat kecewa ? Jatuh cinta mungkin ibarat berjudi. Menerka akan kalah atau menang. Akan bahagia atau menyakitkan. Dan aku selalu kalah untuk urusan itu. Aku selalu menjadi yang menyakitkan. Aku tidak siap bertaruh lagi setelah aku susah payah untuk kembali berjalan ketika dihancurkan berkali-kali pada cerita lalu. Hati seakan tidak pernah kapok, lagi-lagi harus merasakan perasaan itu, menyukai kemudian berakhir tragis.

Aku sudah tau bagaimana cerita ini akan berakhir. Sama seperti cerita2 sebelumnya yang mengharuskan ku untuk melepaskan, merelakan, mengikhlaskan. Meski sudah merasakan melepas berkali-kali, ternyata tidak lantas membuatku menjadi kebal. Ternyata rasanya masih saja sama, menyakitkan. Dan nyata nya aku harus siap untuk itu. Harus siap melepas dia demi kebaikan hatiku. Aku terlanjur menyukaimu. Namun aku sadar waktu akan kembali menarikmu tanpa mempedulikan aku seperti yang sudah-sudah. Sudahlah, mungkin saat ini memang aku tidak diijinkan untuk mempunyai seseorang untuk berbagi cerita. Mungkin untuk saat ini memang Tuhan ingin menjadikan ku wanita mandiri yang tidak akan menggantungkan kebahagiaannya pada laki-laki manapun. Dan mungkin Tuhan memang ingin menjaga ku dari orang yang salah.

Fiuh



Fiuh! Akhirnya nulis blog lagi setelah akun-akun yang sebelumnya lupa password. Oke, prolog dulu. Sebenernya gue ga terlalu tertarik nulis blog. Gue lebih seneng nulis di status facebook (hahaha, bukan alay, tapi lebih nyaman aja dan respon yang di dapat langsung).  Tapi karena gue punya temen blogger yang ternyata dia bawel banget, jadi dia ngotot dan maksa banget untuk gue pindah dari penulis status di facebook, menjadi nulis di blog. Menurut dia sih harus meskipun gue ogah-ogahan sebenernya. Jadi yaudah gue coba nulis disini.

Dulu jaman gue masih kuliah dan pas jaman-jaman lagi skripsian, gue sempet kenal dengan seorang editor sebuah penerbitan buku. Awalnya dia yang ngomporin gue untuk coba nulis. Dia bilang nulis itu adalah terapi hati. Terapi untuk kesembuhan hati yang dituangkan dalam sebuah tulisan atau cerita. Gue suka nulis, tapi ga pede untuk posting di blog kayak gini. Jadi ya akhirnya tulisan gue hanya mentok di konsepan folder laptop. Dan pas jaman skripsian, pimpinan redaksi di tempat gue penelitian pun sempet ngomporin gue untuk nulis novel. Ah! Publis tulisan di medsos aja ga berani, gimana untuk nulis novel ?

Oke, cukup prolog dan latar belakang dari gue nulis di blog ini. Satu lagi, cerita yang gue tulis ga semua curhatan gue ya (wkwk ngenes amat kalo iya). Kalo ada kesamaan nama orang, cerita, dan tempat ya mohon dimaafkan mungkin kebetulan mirip aja kali. ;p