Sabtu, 20 Oktober 2018

Teruntuk Kamu

Pertemuan kita yang secara tidak disengaja kembali berputar dalam ingatan. Kamu dengan sikap dinginmu, kamu dengan kecuekanmu berhasil mengunci perhatianku sejak hari pertama kita bertemu. Aku yang tidak berani mendekat, pun tidak berani menyapa karena sikap tak bersahabat yang selalu kamu tunjukan. Rasanya lucu, jika kamu yang tidak pernah bersikap ramah padaku, mampu menyita seluruh pikiranku. Sejak saat itu, aku selalu melambungkan harap agar bisa setidaknya mengenalmu lebih dekat... 

Hari itu, waktu sedang berbaik hati padaku, memberiku kesempatan untuk bisa mengenalmu lebih dekat. Mendapat waktu untuk bisa mengobrol dan bercerita denganmu. Mendapat kesempatan untuk menjadi pendengar dari cerita-ceritamu, tentang mimpi, cita, dan harapan yang diam-diam aku meng-aamiin-kannya dalam bentuk doa untukmu. Sejak hari itupun, kupercayakan segala cerita-ceritaku padamu. Bisa berbagi cerita padamu saja rasanya sudah cukup bagiku, tak perlu ku berharap lebih. 

Kadang, aku tidak mengerti dengan konsep hati dalam menyukai seseorang. Kamu yang tidak memiliki satupun yang menjadi tipe kriteriaku tapi berhasil membuatku menjatuhkan hati. Benar kata orang, ‘kriteria tidak akan berarti ketika kita jatuh cinta tanpa alasan.’ Aku menyukaimu dengan segala sikap menyebalkanmu. Bahkan, disaat kamu marah padaku tanpa kutahu apa penyebabnya. Atau ketika kamu terlihat dekat dengan teman wanitamu, saat itu kamu terlihat sangat menyebalkan di mataku.  

Namun, aku tetap menyukaimu. Menyukai caramu menatap, caramu tersenyum, caramu berbicara atau bercerita, caramu antusias terhadap suatu hal, hingga caramu berpikir. Memperhatikanmu dalam diam, melihat semua yang kamu lakukan setiap hari. Bohong, jika kubilang aku tidak tersenyum membayangkannya, karena faktanya cerita bersamamu adalah yang selalu ku putar ulang sebagai penutup hari lelahku. Menyukaimu dalam diam saja, sudah cukup bagiku, tak perlu ku berharap lebih. 

Jurang perbedaan jelas terbentang diantara kita yang takkan mungkin bisa kita lewati. Perbedaan yang membuatku berusaha keras mematikan segala rasa yang aku punya untukmu. Bagaimanapun inginku, bagaimanapun harapku, tetap bukan aku yang menjadi jalan yang kamu tuju.  

Teruntuk kamu, dari sini aku selalu mendoakan yang terbaik untuk segala mimpi, cita, dan harapanmu. Meng-aamiin-kan dalam doa untuk apapun yang menjadi rencana dalam langkah-langkahmu. Terima kasih sudah singgah dalam cerita perjalanan hidupku. Mengisi banyak senyum, tawa, dan cinta. Kelak, jika sudah saatnya untuk kita berpisah, aku akan berterima kasih pada waktu yang telah memberi kesempatan padaku untuk mengenalmu. Kamu, terima kasih.