Rabu, 21 November 2018

Kita yang Sebatas Pernah.


Ada yang berubah. Ada yang tak lagi sama. Tiba-tiba semua terasa berbeda. Tiba-tiba semua terasa asing. Kamu, tidak lagi menjadi sosok yang kukenali. Tatap mata yang dulu terasa hangat kini menghilang entah kemana. Kamu hadir seolah membawa sejuta harap. Kini, kepergianmu hanyalah mematikan harap. Sejak mengenalmu, aku semakin yakin bahwa cinta adalah permainan yang menyakitkan.

Sejak awal, kamu dan aku memang tak mungkin menjadi kita. Ketika harapan terlalu jauh dari kenyataan. Ketika takdir tak berpihak pada keinginan. Kamu yang terlalu cepat berlari untuk mengakhiri dan aku yang masih berdiri di sini berusaha kembali menata hati. Terkadang, tidak ada gunanya menahan seseorang yang sudah memutuskan untuk pergi. Kali ini aku kalah. Aku benar-benar menyerah.

Dulu, aku tidak pernah berpikir akan menjatuhkan hati padamu. Seseorang yang keras sekaligus berhati lembut. Seorang yang tertutup yang sedikit demi sedikit mulai membuka diri; menceritakan tentang mimpi, cita, keinginan serta harapanmu.  Seseorang yang mampu membuatku tersenyum tiap kali kamu berada di sampingku. Seseorang yang selalu terlihat damai ketika memetik gitar. Seseorang yang masih kusemogakan meski dalam ketidakmungkinan. Apapun tentang kamu, berhasil mengunci seluruh perhatianku. Segala tentang kamu, masih menjadi alasan dibalik senyum, bahagia, dan kecewaku.

Kita pernah begitu dekat, sebelum akhirnya kenyataan membuat kita bersekat. Kita pernah berbagi mimpi, sebelum akhirnya kamu memutuskan untuk pergi. Tanpa kata perpisahan, tanpa ucapan selamat tinggal. Kamu memilih mengakhiri kisah sendiri tanpa mempedulikan akan ada hati yang tersakiti. Kamu mulai melangkahkan kaki disaat aku terlanjur melabuhkan hati. Dan kamu, menutup rapat cerita yang pernah kita mulai berdua. 

Everything happens for a reason. Termasuk sebuah pertemuan. Begitupun pertemuan denganmu. Kamu mengajariku satu hal, ketika kita berharap sangat dalam artinya kita harus siap kecewa sangat dalam pula. Ketika kita mencintai seseorang artinya kita mempertaruhkan hati untuk siap terluka. Karena dalam cinta, tidak ada jaminan untuk tidak tersakiti atau menyakiti, terluka ataupun melukai. Tidak ada yang salah memang, karena kita tidak bisa menentukan kapan dan pada siapa hati kita akan tertuju.

Kini, kita yang pernah dalam harapan yang sama hanya menyisakan kita yang hanya sebatas pernah. Pernah mencintai namun terlukai. Pernah melambungkan harapan yang kemudian terpatahkan. Pernah berusaha menyatukan ingin namun terhalang oleh takdir. Dan pernah menetap sebelum akhirnya saling melepas.

Selasa, 13 November 2018

Papa

Papa. Satu kata beribu makna. Satu sosok dengan kasih sayang yang tak bisa aku ungkapkan dengan kata. Seseorang yang banyak mengajariku tentang arti kehidupan. Jika aku di tanya siapa sosok laki-laki  yang paling aku sayang, dengan lantang aku akan menjawab; Papa, Malaikat Pelindungku.

Papa bukanlah tipe ayah yang romantis. Dibalik kecuekannya, ia peduli. Sosok yang selalu aku cari dalam bagaimanapun keadaanku, sekaligus sosok yang selalu siap menangkapku di saat aku sudah tidak mampu berdiri. Sosok yang rela melakukan dan mengorbankan apapun agar aku bisa berdiri di titik ini. Sosok yang selalu percaya pada setiap mimpi, cita dan harapanku. Sosok yang membuatku berjanji pada diri sendiri untuk tidak sekali pun mengecewakannya.

Hidup tidak selalu berjalan mudah. Jatuh bangun harus kulalui. Tangis, kecewa, kegagalan harus kuhadapi. Namun, dalam sekacau apapun keadaanku, papa selalu ada di sampingku, meyakinkanku untuk tidak menyerah, menguatkanku untuk tidak melemah. Papa; orang yang selalu membuatku mengambil pilihan maju, ketika keadaan memaksa ku untuk mundur.

Hari berlalu. Berkat perjuangan dan pengorbananmu, putri kecilmu kini sudah dewasa. Memasuki hidup yang sesungguhnya, menjalani kehidupan yang sebenarnya. Kesabaranmu menuntunku untuk tidak menyerah, percayamu membuatku mampu membuktikan bahwa aku bisa. Dalam jauh ataupun dekat, doamu tak pernah lepas menjagaku. Dalam setiap langkah kakiku, doamu selalu bersamaku.

Terbayang memori sewaktu kecil. Saat engkau mengantarku ke sekolah dengan menggunakan sepeda. Saat itu, aku bisa menghabiskan waktu lebih lama denganmu. Ketika kesibukanku belum menjadi alasan dari sulitnya bertemu. Terbayang saat setiap malam kita selalu berdiskusi tentang banyak hal; hukum dan politik adalah topik favoritmu. Namun kini, untuk sekedar bertukar cerita saja terasa sulit. Aku rindu saat masih bisa menghabiskan banyak waktu denganmu.

Papa, putri kecilmu kini sudah dewasa. Namun, itu tidak berarti membuatku kehilanganmu, karena bagaimanapun keadaanku, kau selalu ada di belakangku. Mendampingi, menemani, dan melindungi. Papa, betapa bersyukurnya aku menjadi putrimu. Meski melewati masa kecil yang berat, namun kini berhasil menjadikanku pribadi yang kuat. Papa, terima kasih untuk cinta yang tak pernah habis. Untuk pengorbanan yang mungkin takkan bisa kubalas dengan apapun.

Doaku hanya satu, semoga dalam perjalanan hidupku, tidak sekalipun aku membuatmu kecewa.

Kamis, 08 November 2018

Tidak Perlu Menjauh. Aku Sudah Tahu Bagaimana Cara Berjalan Mundur.


Kata orang, tulisan bisa lebih jujur dalam bercerita, ketika kata tidak mampu terucap. Kata orang, tulisan mampu mewakili hati ketika kata yang terucap seakan tidak ada gunanya.  Maka kali ini kupilih mengabadikanmu dalam tulisan. Lewat susunan kata yang membentuk cerita bukan perkataan yang berakhir sia-sia.

Aku percaya konsep waktu. Bahwa dalam hidup waktu selalu menghadirkan orang-orang dengan tujuannya masing-masing, dengan pelajarannya masing-masing, dan memiliki peran masing-masing. Dan setiap orang yang hadir dalam hidup pun memiliki batas waktunya masing-masing.

Begitupun perihal kamu. Mengenalmu membuatku belajar tentang banyak hal. Tentang mimpi, harapan, dan kehidupan.  Kamu, yang kupilih sebagai teman berceritaku. Kamu yang selalu berkata salah jka aku memang salah. Kamu yang selalu menghibur dengan segudang tingkah ajaibmu. Dan kamu yang selalu kuharapkan ada dalam sekacau apapun hari yang kulalui.  Dulu, memang terasa begitu. Ketika dekat denganmu saja sudah cukup membawa kebahagiaan. Dulu, semua memang begitu. Ketika tawa tak pernah lepas menghiasi wajahku. Kala itu, kamu menjadi alasan di balik setiap senyumku. Kala itu, kamu yang menjadi alasan dibalik bertahanku. Kala itu, harapku sederhana; semoga waktu bisa berputar sedikit lebih lama saat aku bersamamu. Saat semua belum berubah.

Namun, waktu berputar terlalu cepat tanpa pernah berkompromi.  Hari itu kamu berubah. Hari itu kamu berbeda dan hari itu kamu menjauh. Hari itu kamu menganggapku tak kasat mata. Dan hari itu pula aku tak henti-hentinya menyalahkan diri sendiri atas kesalahan yang kulakukan. Atas luka yang tanpa sengaja telah kutorehkan. Atas luka yang membuatmu kecewa.
Mungkin darimu, waktu ingin mengajariku tentang kehidupan. Mengakui setiap kesalahan, menerima setiap kekalahan. Mungkin darimu, waktu membuatku sadar, bahwa kehilangan seseorang yang berarti, harus siap pula untuk kehilangan setengah hati.

Kini, kita kembali menjadi dua orang asing yang seolah tidak saling mengenal. Tidak saling menyapa.  Berusaha melupakan bahwa hari lalu pernah ada, berusaha menganggap bahwa cerita lalu tidak pernah ada. Tahukah kamu, melihatmu menjauh adalah siksa bagiku? Tahukah kamu, bagaimana rasanya mendengar ketika kamu berkata bahwa kita tidak lagi bisa dekat? Bahwa secara tidak langsung kamu mengisyaratkan untuk kita lebih baik saling menjauh. Mungkin ini mudah bagimu, namun terasa menyiksa untukku. Jika aku bisa memutar waktu kembali, aku berharap agar hari itu tidak pernah terjadi. Hari dimana aku mengenalmu yang pada akhirnya pun memilih untuk berlalu.

Kamu tidak perlu menjauh. Karena kini, aku sudah tahu bagaimana caranya berjalan mundur.