Jumat, 20 September 2019

Ketika Ego Merayakan Kemenangannya


Aku pernah mengenal seseorang, bahkan mungkin sampai sekarang. Seseorang yang kini setengah mati ingin kubenci, mungkin dengan begitu aku bisa berhenti peduli.

Aku mengenal seseorang, dia yang menjadi alasan dari senyum dan tawaku serta menjadi alasan dibalik sedih dan tangisku.

Aku tak menyangka cerita kita akhirnya menemui ujungnya. Kita yang kini merasa lelah pada akhirnya memutuskan untuk menyerah. Ternyata saling mencintai saja tidak cukup, ketika ego selalu tak pernah mau kalah.

Katamu, pertengkaran adalah cara agar kita dapat saling menguatkan. Meski pada akhirnya kepergianmu tak lagi dapat terelakan. Katamu, pertengkaran adalah cara agar kita lebih saling mengenal, namun akhirnya membuat kita kembali menjadi dua orang asing yang tidak saling mengenal.

Aku rindu hari lalu, ketika tawa lebih sering hadir setiap hari. Aku rindu hari lalu, ketika kamu menjadi sumber kekuatanku.

Hari ini, semua terasa berbeda. Semua terasa asing. Tak ada lagi tegur dan sapa. Saling melambungkan harap agar salah satu diantara kita tak lagi terlihat mata. Kita kalah dengan ego masing-masing. Saling menyalahkan disaat seharusnya adalah mencari apa yang salah. Saling mengacuhkan dengan anggapan dapat menyudahi pertengkaran.

Kita memilih bisu dan mengabaikan temu. Kita memilih kalah bukan mengalah. Kita memilih meninggalkan bukan menyelesaikan. Aku yang gagal mengerti kamu dan kamu yang terburu-buru untuk menjauh. Kita memilih menutup cerita dengan kata menyerah.

Dan di ujung jalan itu, ada ego yang bersorak sorai merayakan kemenangannya.