Kamis, 16 Mei 2019

TAK LAGI UTUH


Seharusnya melupakanmu terasa lebih mudah, bukan justru membuat hati terasa luka. Seharusnya menjauhimu terasa lebih mudah, bukan justru membuat hati terasa lara. Di hari lalu, kita pernah berbagi canda tawa, tak henti-hentinya menghiasi wajah dengan senyum masing-masing. Hari ini semua terasa begitu berbeda, kita yang berusaha menjaga jaga jarak satu sama lain, menutup semua cerita seakan tidak pernah ada kita. Kita pernah menjadi keduanya; saling membahagiakan kemudian saling melupakan.

Di hari lalu, senyum mu selalu menghiasi hariku. Senyum yang selalu hadir di pengujung hari lelahku. Dalam sedih dan bahagia ku, sosokmu yang selalu kucari sebagai teman berceritaku. Hari itu, kamu menjadi alasan dibalik senyum dan tawaku. Hari itu, kamu pernah menjadi alasan terbaikku. Hari ini, kata terkunci dalam kebisuan masing-masing. Tak ada lagi tegur sapa serta tawa bersama. Kita saling menjauhi. Membangun sekat demi sekat agar tak lagi berdekat. Lalu aku menyadari, ada bagian yang terambil saat tidak lagi ada kamu dalam hariku.

Rasanya tak lagi sama, rasanya sungguh berbeda. Tatap mata yang dulu terasa teduh, kini berpaling berusaha tak ada lagi temu. Senyum yang dulu sebagai penenangku, kini berganti raut acuh yang selalu kamu tunjukan. Lalu aku menyadari, ada sesuatu yang hilang saat tidak lagi ada kamu.

Aku merindukanmu. Merindukan caramu tersenyum, merindukan caramu bercerita, merindukan segala tingkahmu untuk membuatku tertawa. Aku merindukanmu. Merindukan hari yang pernah kita warnai, merindukan waktu yang pernah kita bagi, merindukan tawa yang hanya tercipta berdua.

Namun, mungkin lebih baik seperti ini. Terus berjalan saling menjauhi meski hati kian menjerit. Mungkin sebaiknya begini. Terus menjaga jarak meski langkah tersendat. Tanpa penjelasan, tanpa alasan, tanpa kata perpisahan dan tanpa ucapan selamat tinggal, kita menutup cerita tanpa sepatah kata terucap. Memulai cerita dengan senyuman dan menutup cerita dengan tangisan. Memulai dengan langkah bersama dan mengakhiri dengan langkah saling melupakan. Meski aku menyadari, ada bagian yang terambil saat kamu pergi melangkahkan kaki.

Lalu, aku menyadari bahwa aku menyayangimu. Dan di detik ini aku menyadari, bahwa hatiku tak lagi utuh.