Sabtu, 20 Agustus 2016

Kamu.


Bertemu denganmu dalam perjalanan hidupku tak pernah kubayangkan akan terjadi. Dalam perjalanan sejauh ini, kamulah hal terbaik yang terjadi padaku. Aku tak pernah menyesal bertemu denganmu walau mungkin kisah yang terjadi tak sesuai harapan. Tapi, tidak ada yang salah dengan perasaan kan ? Rasanya mengenalmu saja cukup membuatku bahagia. Sosok yang memberi ketenangan dalam sorot mata dan senyumnya.

Namun, seiring berjalannya waktu kesibukan dan jarak seakan semakin terbentang lebar diantara kita. Terasa sulit ingin bertemu denganmu. Terasa sulit untuk dapat bisa melihat sosokmu. Seakan waktu tak pernah mengerti atau waktu memang menyuruhku untuk berhenti.

Sudah lama kita saling mengenal. Selama itu pula aku memendam semuanya. Menyembunyikan segala rahasia tentang kamu. Aku masih saja tidak punya keberanian untuk mengatakan apa yang aku rasa. Ketika aku mundur, banyak yang mengatakan aku tidak mau berjuang untukmu. Namun disaat aku berjuang, aku tak tahu apakah sosokmu tahu bahwa dirinya sedang diperjuangkan ? Jika ada yang bertanya setelah selama ini apakah aku masih menyimpan rasa untukmu, sudah pasti aku akan menjawab YA. Rasa itu masih terpatri walau berulang kali aku mencoba mengusirnya.

Kamu, apakah kamu sadar bahwa selama ini ada seseorang yang sudah cukup bahagia ketika berada di dekatmu ? sesederhana itu yang aku rasa. Aku ingin memperjuangkanmu, hanya saja aku tak tahu harus memulainya dari mana. Aku terlalu takut. Takut kau merasa terganggu, maka selama ini aku memutuskan untuk tetap menyimpan rasa itu dalam diam.

Waktu terus berjalan maju. Tibalah saat hari kelulusanmu. Kau tersenyum bahagia sambil mengenakan toga. Aku bahagia melihat salah satu prioritas dalam hidupmu sudah tercapai walau itu bertanda bahwa aku dan kamu tak kan bisa bertemu lagi. Waktu semakin ganas memisahkan kita. Tanpa mentoleransi padaku yang belum sempat mengatakan segalanya padamu.

Namun, aku selalu percaya katamu, bahwa semua cinta akan indah pada waktunya. Jika suatu hari nanti kau menyadari perasaanku, percayalah bahwa aku pernah mencintaimu dengan dalam. Tak perlu kau balas, karena dengan sikap mu selama ini saja sudah cukup untukku. Mengharapkan terlalu tinggi untukku. Jika suatu hari kau bertanya apakah aku masih menyimpan rasa untukmu, tak perlu kau tanya, karena sudah jelas aku masih dan tetap menyukaimu. Namun, jika suatu saat kau bertemu dengan seseorang pilihanmu, aku hanya bisa mendoakan segalanya yang terbaik untuk kebahagianmu agar senyum itu dapat tetap terhias dibibirmu walau aku tak dapat lagi melihatnya.

KITA YANG TAK SEPENUHNYA MENJADI “KITA”


Pada akhirnya kita tidak benar-benar terwujud menjadi “Kita”. Ketika kita dalam harapan yang saling memperjuangkan hanya menjadi kita yang pada akhirnya harus saling melepaskan. Tak ada yang salah dalam mencintai, yang salah mungkin hati yang tidak benar-benar yakin apakah itu sungguh cinta atau hanya perasaan semu sesaat. Lalu, apakah yang kita jalani selama ini cinta ? Apakah yang kita pertahankan selama ini benar adanya cinta ? dan bahkan ketika hanya salah satunya saja yang berjuang itu tetap cinta ? Ku rasa tidak. Dan mungkin itu pula yang tidak menjadikan “kita” dalam arti yang sebenarnya.

Kamu tiba-tiba hadir dalam hidupku bukan dalam keadaan siap tuk jatuh cinta, melainkan hanya perasaan kosong ketika mantan kekasihmu memilih lelaki lain di depan mata mu. Memang salah ku yang terlalu simpatik padamu, tak tega melihat kamu yang terus meratapi dia dan akhirnya aku pun menjadi pendengar dari kisah-kisahmu yang menyakitkan. Seiring berjalannya waktu, kamu tak takut untuk membagi semua rahasia mu. Saat itu mungkin aku masih merasa kau membutuhkan seorang teman untuk bercerita. Namun, tiba-tiba kau mengatakan hal yang lain. Kau mengatakan kau mencintaiku. Aku berusaha untuk tidak mempercayai kata-kata mu karena aku takut hanya dijadikan sebatas pelarianmu saja. Namun kau bersikeras mengatakan aku bukan pelarianmu melainkan pilihanmu. Tidak. Aku tidak bisa menjawabnya langsung. Aku butuh waktu dan kau menyetujui itu.

Kita sepakat untuk saling mengenal terlebih dahulu. Mungkin itu pun cara ku untuk melihat bagaimana kau yang sesungguhnya terhadapku. Sifat kita memang jauh berbeda. Kau dengan semua sifat pendiam mu dan aku dengan segudang sifat tidak bisa diamku yang selalu membuatmu tertawa. Hati seorang wanita mana yang lama-lama tidak memiliki rasa ketika ada seorang laki-laki yang tetap mendekatinya dan berkata akan menunggu sampai ia memiliki rasa yg sama dengan lelaki itu. Namun, saat aku mulai memiliki rasa untukmu, saat aku mulai memiliki harap kepada mu saat itu pula kau hempaskan semuanya. Dengan tidak bersalahnya kau berkata “jangan jatuh cinta kepada ku karena aku tidak bisa.” Siapa kah dulu yang mengatakan cinta terlebih dahulu ? siapa kah dulu yang berkata untuk siap menunggu ? dan siapakah dulu yang berkata aku adalah pilihanmu ? Mungkin aku terlena dengan keadaan hingga tak bisa mencerna makna dari ucapanmu. Mungkin yang kau anggap “pilihan” adalah pilihan untuk sekedar pengisi kekosongan bukan pilihan hatinya untuk menetap.

Lalu kau bilang tidak ingin menyakitiku, sadarkah kau apa yang barusan kau katakan? sadarkah kau apa yang barusan kau lakukan ? sadarkah kau itu bukan hanya menyakitiku tapi sekaligus mematahkan harapanku ? Tidak, ku rasa kau tidak akan pernah mengerti itu. Ternyata tidak hanya sampai disitu. Kau sambut aku lagi dengan kabar bahwa kau sudah kembali dengan mantan kekasihmu yang kini telah kembali menjadi kekasihmu. Kau katakan padaku yg kau lakukan bukanlah pelarian. Bisa kah kau jelaskan makna dari pelarian itu apa ?

Hari berlalu, aku memutuskan untuk tidak lagi berurusan dengan mu. Aku memutuskan untuk tidak lagi peduli pada siapapun terlebih padamu. Aku seakan mati rasa. Tidak memiliki selera untuk mencintai dan jatuh cinta pada siapapun lagi. Ternyata benar, darimu aku tahu bahwa cinta benar-benar permainan yang menyakitkan. Beberapa lelaki mendekati namun aku sudah tidak berminat untuk bemain dengan cinta lagi. Aku bukanlah orang yang mudah jatuh cinta, dan ketika aku memiliki rasa kepadamu kau dengan mudahnya menghempaskan ketika telah aku sembuhkan.

Hari berganti hari, aku mulai belajar untuk membuka diri dan hati kembali. Menata hidup dan membuang tentang kamu jauh-jauh. Setelah hari kau mengatakan hal yang kejam kepadaku, kita seperti orang asing. Saling menghindar. Tidak ada tegur dan sapa. Sampai suatu hari kau mengetahui aku menyukai seseorang. Entah orang itu bersalah apa padamu, kau mengejeknya dengan pertanyaan kenapa aku bisa menyukai orang seperti itu ? Bisakah pertanyaan itu dibalik ? Kenapa aku segitu bodohnya pernah memiliki rasa kepadamu yang jelas-jelas tidak tahu bagaimana caranya menghargai perasaan orang ? Seakan belum cukup, kau bercerita kepada temanmu yang seakan-akan menyudutkan ku dan menjadikan ku pihak yang bersalah. Kau bilang pada temanmu aku yang tidak sabar menunggumu. Kau bilang pada temanmu aku yang tidak mengerti keadaanmu. Kenapa mulutmu bisa sekejam itu ? Tak bolehkah aku bahagia ? Ya, kau menang. Karena sampai saat ini aku tidak pernah mencintai seseorang lagi. Hanya sebatas menyukai.

Seakan masih terganjal cerita yang menyakitkan denganmu, aku menolak pernyataan cinta setiap lelaki yang datang. Aku belum siap sakit lagi dan akupun tidak mau menyakiti orang lain, lebih baik aku katakan tidak daripada aku berkata ya tapi menjalani setengah hati. Ya, itu karena perbuatanmu. Terlalu sempurna dan membekas.

Saat ini kau datang. Setelah hampir setahun berperang dingin denganmu aku memutuskan untuk memaafkanmu tapi tidak melupakan apa yang kau perbuat. Pada obrolan lewat aplikasi chatting kau telah banyak berubah. Tidak seterbuka dulu, tidak mau menceritakan bagaimana hubunganmu dengan si kekasihmu. Namun, aku merasa seperti ada yang sedang kau tutupi dariku. Malu kah kau bercerita bagaimana kau dengan dia setelah kau memperlakukanku ? Tenang saja, tetaplah bersamanya aku tidak akan mengusikmu atau mengambilmu darinya karena aku tidak sejahat kau. Aku sedang belajar berdamai dan melepaskan apa yang seharusnya aku lepas. Aku sudah lelah terlilit dalam rasa sakit tiap kali melihatmu. Aku ingin bahagia seperti dulu saat kau belum masuk dalam kehidupanku. Aku berjuang sendirian menyembuhkan luka ini sedangkan kau hanya mengatakan satu kata “maaf” yang seakan semua akan selesai dan luka di hati akan sembuh. Mungkin benar luka di hati akan sembuh ketika hati siap memaafkan. Maka, aku memaafkan mu untuk kebaikan hatiku. Pergilah bersama nya, nanti juga akan kutemukan seseorang yang aku cintai dan membalas cintaku. Nanti juga akan kususun kembali serpihan hati yang telah kau hancurkan untuk orang yang lebih menghargai. Dan aku tahu, ini bukan cinta karena ketika aku dan kamu menjadi kita pada akhirnya hanya akan menghadirkan luka.